NWDI Online. Com - Belakangan ini beredar video singkat yang memuat pernyataan Tuan Guru Bajang (TGB) yang mengatakan bahwa NWDI sebagai organisasi tidak pernah mendukung Pasangan Dr. Hj. Siti Rohmi Djalilah dan Dr. H. M. Musyafirin sebagai Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) pada pemilu mendatang. Pernyataan tersebut kemudian menuai kontroversi di tengah masyarakat karena figur TGB memiliki pengaruh yang sangat kuat di tingkat masyarakat akar rumput. Sikap TGB dianggap akan memberikan dampak terhadap perolehan suara Pasangan Calon Rohmi-Firin pada pemilu mendatang.
Statement yang dilontarkan oleh TGB di hadapan jurnalis itu perlu dilihat dari berbagai sudut pandang. Sebenarnya pernyataan beliau adalah sesuatu yang wajar, namun menjadi ramai karena ada sebagian pihak yang memanfaatkan pernyataan beliau untuk kepentingan politiknya. Mereka berusaha mengambil keuntungan dengan membelokkan statement yang disampaikan oleh TGB, lalu menyebarnya di berbagai platform media secara berulang-ulang dengan harapan meraih dukungan politis dari simpatisan TGB. Sejauh ini belum ada yang memberikan ulasan terkait hal itu, melainkan beberapa komentar singkat di media sosial.
Pendidikan Politik TGB
Kita semua telah mengetahui bahwa TGB merupakan Ketua Umum Organisasi Nahdalatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) yang terpilih secara sah melalui Muktamar NWDI di Pancor pada tahun 2022. Oleh karena itu, posisi TGB dalam hal ini adalah simbol organisasi dan memiliki pengaruh yang sangat besar. Jadi, saat beliau mengeluarkan suatu pernyataan akan dianggap berdampak besar terhadap perolehan suara pasangan calon tertentu.
Sebagai organisasi yang besar seperti NWDI yang telah mengembangkan sayapnya hingga ke luar negeri, NWDI tentu tidak boleh terjebak pada kepentingan politik pihak tertentu karena akan sangat berpengaruh terhadap marwah organisasi. Meskipun, salah satu kader terbaiknya ikut dalam kontestasi pada pemilihan umum mendatang. Mari kita berkaca pada organisasi besar lain. Sebagai sebuah organisasi tidak pernah membuat pernyataan mendukung pasangan calon tertentu. Walaupun pengurus, kader, dan jama’ah tentu memiliki sikap politik masing-masing yang dijamin dalam undang-undang.
Membangun budaya organisasi semacam itu memang tidak mudah, tetapi sikap seperti itu adalah bentuk pendidikan politik yang ditunjukkan oleh TGB kepada jamaah. NWDI sebagai sebuah organisasi harus tatap menjaga netralitasnya, karena di sanalah kehormatan organisasi itu berada. Dalam forum yang dihadiri oleh jamaah NWDI, seperti HULTAH NWDI, beliau tidak pernah menyerukan untuk mendukung paslon tertentu. Inilah pendidikan politik yang sedang diajarkan oleh TGB kepada kita semua. TGB sangat cermat dalam mengambil sikap, kapan harus memposisikan diri sebagai politisi dan pemimpin Organisasi NWDI. Sebagai pemimpin Organisasi NWDI, TGB harus menjaga agar Organisasi NWDI jangan sampai dijadikan semata-mata sebagai alat untuk meraih kekuasaan.
Politisasi Sikap TGB
Dalam pernyataan yang pernah disampaikan kepada media, TGB tidak pernah menyatakan dukungan kepada salah satu dari ketiga paslon yang telah terdaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pada awalnya, beliau memang pernah menginginkan Pasangan Zul-Rohmi Jilid II berlanjut ke periode berikutnya, namun hal itu akhirnya kandas. Setelah itu, TGB tidak pernah mendukung pasangan calon tertentu secara terang-terangan. Pernyataan beliau bahwa NWDI tidak mendukung pasangan Rohmi-Firin kemudian dimanfaatkan oleh paslon lain untuk meraih simpati dan dukungan jamaah NWDI. Bahkan netralitas TGB kemudian dipelintir sebagai bentuk dukungan terhadap pasangan Zul-Uhel. Padahal jika kita konsisten pada netralitas beliau sebagai simbol Organisasi NWDI, maka sudah pasti TGB juga tidak memberikan dukungan kepada paslon lain.
Namun akhir-akhir ini, kita melihat bahwa Paslon Zul-Uhel berusaha untuk mengambil keuntungan dari sikap TGB sebagai pemimpin organisasi untuk mendapat dukungan dari jamaah. Oleh karena itu, Pasangan Zul-Uhel sejatinya telah merendahkan bukan saja harkat dan martabat TGB, tetapi juga warmah Organisasi NWDI. Saya setuju dengan netralitas TGB sebagai pemimpin Organisasi NWDI, tetapi mengecam perilaku beberapa pihak yang memelintir pernyataan beliau sebagai dukungan terhadap paslon lain.
Bukan kali ini saja pendukung Zul-Uhel memelintir pernyataan TGB. Ketikan beliau menyampaikan ceramah yang berisi tentang boleh tidaknya kaum perempuan menjadi pemimpin dalam konteks bernegara, pendukung Paslon Zul-Uhel juga memotong video yang berisi ceramah TGB dan mengambil bagian tertentu yang sesuai dengan kepentingan politik mereka, sehingga pemahaman terhadap isi cerama TGB menjadi tidak utuh dan disalah artikan. Sikap pendukung Paslon Zul-Uhel sesungguhnya telah merendahkan ulama karena memanfaatkan mereka semata-mata sebagai selubung kepentingan politik demi meraih kekuasaan.
Dalam wasiatnya Maulanasyaikh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid menulis, “Janganlah nanda dibikin bubur oleh pemain politik catur. Diperalat untuk melawan batur, sehingga ukhuwah hancur dan lebur”. Pada bagian yang lain Maulanasyaikh juga berpesan, “Banyak sekali berlidah madu. Berhati pahit bagai empedu. Berpolitik: ‘membelah bambu’ agar ummat jangan bersatu”. Jadi, gerak gerik dan perilaku dari pasangan calon lain sebenarnya sudah bisa dibaca jauh-jauh hari karena memang telah diingatkan oleh Maulanasyaikh TGKH. Zainuddin Abdul Majid. Sikap dan perilaku politik yang mereka tunjukkan mencerminkan wajah etika politik mereka sendiri.
Kemana Arah Dukungan TGB?
Sebagai bagian dari Warga Negara Indonesia, TGB bukan sosok yang apolitis. Beliau pasti memiliki pilihan. Hanya saja, tidak ada statement terang-terangan yang menyatakan dukungan terhadap salah satu dari tiga Pasangan Calon Gubernur NTB saat ini, kecuali sebatas klaim dari pendukung paslon tertentu. Netralitas TGB dan ketidak mauannya mengatasnamakan organisasi mendukung salah satu paslon adalah sikap bijaksana beliau sebagai pemimpin organisasi dan semua pihak harus menghormati itu. Bukan justru mencatut pernyataan beliau, lalu kemudian memelintirnya demi syahwat kekuasaan. Sikap demikian sama sekali tidak mencerminkan rasa cinta terhadap TGB, melainkan wujud perilaku tidak hormat dan merendahkan ulamak.
Warga NWDI yang saat ini sedang mengusung salah satu kader terbaiknya untuk berkontestasi dalam pemilu di tingkat Provinsi Nusa Tenggara Barat harus yakin dengan kapasitas yang dimiliki oleh kader terbaiknya. Lebih-lebih Dr. Hj. Siti Rohmi Djalilah merupakan dzurriyat yang mewarisi perjuangan Maulanasyaikh TGKH. Zainuddin Abdul Majid, Pahlawan Nasional dari Nusa Tenggara Barat. Walaupun pada momentum HULTAH NWDI ke-89 di Pancor Lombok Timur, TGB memberikan sinyal kuat arah dukungannya, namuan saya dalam hal ini tidak ingin membuat klaim.
Saya ingin tegaskan bahwa TGB pasti menginginkan yang terbaik untuk Nusa Tenggara Barat (NTB). Sebagai jamaah, kita harus berpegang teguh pada pesan TGB pada momentum HULTAH NWDI yang lalu bahwa kita harus yakin pada cita-cita perjuangan kita sendiri. Jangan terjebak pada politik kancil sebagaimana diingatkan oleh Maulanasyaikh dalam Wasiat Renungan Masa. “Politik kancil lidahnya manis buktinya nihil. Hantam kromo pokoknya hasil”. Wallahu a’lam.
Oleh : Moh. Zalhairi Pengasuh Ponpes Nurul Hikmah Kadindi
Komentar