NWDI
Online. Com - Sejatinya tulisan ini publish dalam rangka menyambut hari guru,
akan tetapi karena banyak faktor sehingga penundaan menjadi sebuah keniscayaan.
Tulisan ini sesungguhnya bukan hasil coretan saya, posisi saya disini hanya
sekedar mengedit ataupun menambahkan serta mengurangi hal yang dianggap tidak
perlu, karena naskah asli tulisan ini memuat beberapa tokoh yang kemudian saya
hilangkan karena ingin memfokuskan pada satu orang tokoh saja, yang apabila ada
izin Alloh akan kita bahas dalam kesempatan yang lain.
Tulisan ini
adalah unek-unek seorang senior yang sudah sekian lama ia tumpuk di dalam
ruang-ruang kosong alam sadar maupun bawah sadarnya. Ini adalah hasil
pergulatannya selama ditempa di sebuah gubuk reot bernama ASKAB. Dimana, saat
saya menggantikan posisinya menempati jejeran pondok reot tersebut, teman-teman
saya biasa memplesetkan ASKAB yang semula (Asrama Kampung Bermi) menjadi Asrama
Kampung Bedek.
Begitulah
memang keadaan asrama kami, terbuat dari dinding bedek tanpa pondasi dan
beratap daun nyiur yang dianyam sebagai ganti ilalang (re: dalam bahasa sasak).
Oleh karena
rata-rata bangunan pondok di ASKAB tak berpondasi dan beratap gobok (daun nyiur
yang dianyam), maka sering kali kami menemukan panci, sigon, kasur, kompor dan
segala jenis perabotan kami berkumpul di pojok ruangan akibat derasnya air bila
musim penghujan tiba seperti sekarang ini.
Namun
demikian, dari sinilah kami lebih bisa memaknai hidup, ketika kami sudah tidak
lagi menjadi penghuni jejeran gubuk reot tempat kami di titipkan dulu.
Kenangan
indah tentang suka duka di ASKAB, takkan pernah bisa lepas dari sosok yang
sangat mempengaruhi jalan hidup kami, dialah seorang ‘alim yang tegas dalam
memegang prinsip, seseorang yang tak kan pernah mati dalam ingatan kami meski
beliau telah lebih dulu dipanggil sang Khaliq pada 20 Februari 2011 silam.
Karena
beliaulah kami bisa seperti keadaan yang sekarang. Dialah penanggung jawab kami
yang sekaligus sebagai ayah serta guru kami, TGH. Muhsin Harits, QH. Dan
berikut adalah sekelumit tentang kehidupan beliau yang kami persembahkan buat
mengenangnya.
TGH. Muhsin
Harits nama kecil Beliau adalah Muhsin sebelum Beliau melaksanakan ibadah haji,
beliau lebih dikenal dengan sebutan bapak Cin di kalangan keluarga besar
beliau, pun di kalangan para santri, beliau lebih populer dengan panggilan Ust
Cin.
Beliau dilahirkan
dari pasangan orang tua yang hidup bersahaja, Amaq Muharis dan Inaq Muharis,
tanah kelahiran beliau adalah sebuah dusun yang jauh dari keramaian kota saat
itu, sebuah dusun yang dikelilingi oleh persawahan dan dilintasi oleh sungai
yang merupakan sumber mata air warga, yakni Dusun Merang Lebak yang terletak di
pinggiran sebelah selatan kota Praya dan masuk kedalam bagian wilayah Kedatuan
Prapen.
Di Dusun
Merang Lebak inilah beliau menjalani masa kanak-kanak bersama teman-teman
seabayanya, sebelum akhirnya harus pindah rumah ke Merang Baru, sebab Merang
Lebak harus ditenggelamkan menjadi Bendungan Batujai.
TGH. Muhsin
Harits lahir dari tradisi pesantren yang kemudian digembleng oleh seorang ‘alim
Almagfurulahu TGH. Abdillah Ibrahim, yang juga merupakan kerabat dekat
dari ayah bunda beliau sehingga ia pun tumbuh dan berkembang menjadi remaja
yang tekun dalam menjalani agama dan selalu haus mendalami ilmu-ilmu agama.
Dari
sentuhan tangan dingin TGH. Abdillah Ibrahim yang tegas dan lugas, Muhsin remaja
berhasil menyelesaikan Pendidikan Dasarnya di Madrasah Bawak Bagek, yang
kemudian beliau atas perintah sang guru melanjutkan pendidikan menengahnya di
Madrasah Nurul Yaqin NW Praya, yang dahulu lebih dikenal dengan nama Madrasah
Bawak Mundah.
Selanjutnya
beliau melanjutkan pengajian kitab kuningnya pada Tuan Guru Ibrahim Desa
Lomban, dari sinilah Muhsin remaja memperdalam ilmu-ilmu seperti nahwu sharef
dan fiqih yang sebelumnya ia peroleh dari TGH. Abdillah Ibrahim. Begitu
menyelesaikan studinya di Lomban, atas dorongan dari TGH. Abdillah Ibrahim,
Muhsin remaja dikirim ke Pancor Lombok Timur dan Bekerebung (Bahasa sasak lama
untuk kos/mondok) di Bermi, guna menyusul Muh. Thahir (Tgh Muh Thohir Azhari)
yang lebih dahulu belajar di Ma'had Darul Qur an wal hadist.
Ust Muhsin
menghabiskan waktu remaja dan waktu mudanya dalam merengkuh keberkahan ilmu
dari sang Mursyid Maulansyeikh TGKH. M. Zaenuddin Abd Madjid. Muhsin Harits
termasuk thullab yang cerdas serta tekun dalam belajar dan tekun pula menjalani
riadhoh riadhoh zikir wirid yang diajarkan lansung oleh Maulansyeikh, sehingga
beliau tumbuh menjadi seorang pendidik yang disenangi dan juga disegani oleh
kawan maupun lawan.
Dalam
berjuang, TGH. Muhsin Harits mendapat perintah lansung dari Maulansyeikh
sebagai pengajar atau dewan asatiz di Yayasan Pendidikan Hamzanwadi NW Pancor,
dan di tugskan di MTs. Muallimin NW Pancor, sampai akhir hayat beliau.
TGH Muhsin
Harits menetap di Pancor Bermi dan mendirikan sebuah asrama yang di beri
nama"ASKAB" yang menjadi cikal bakal ASKAB yang kini berada di Pancor
Sanggeng, dimana asrama tersebut mampu menampung thullab sampai 300 orang.
Selain
mengajar di Muallimin NW pancor, TGH. Muhsin Harits juga satu kali dalam
seminggu pulang kampung ke Mispalah Praya untuk mengajar di Ponpes Darul
Muhibbin NW Mispalah dan ponpes Alhannaniyah NW Sebenge asuhan TGH. Abdul
Hannan Ali.
Testimoni
dari anak dan murid beliau :
Ustadz
Muhsin adalah sosok ayah yang mendidik dengn keras, namun berhati lunak,
memotivasi dengan segala usaha dan kegigihannya terhadap kami khususnya
anak-anak beliau, sehingga kami tidak pernah berani menentag nasehatnya, karena
nasehnya kami rasakan setelah beliau wafat.
Beliau
adalah sosok bapak sekaligus guru yang pantang menyerah dalam berjuang
menjadikan murid-murid dan anaknya menjadi insan yang cukup mental bathin dalam
menghadapi perkembangan zaman seperti sekarang ini. (Siti Sofiyani)
Beliau
sosok ulama' yang tangguh mampu menjadikan murid-murid yang di asuhnya
tersadarkan dengan pentingnya ilmu dunia dan akhirat. Beliau adalah sosok
pendidik yang mengajarkan akhlaq, yang menjamin kemanfaatan hidup di era masa
depan. Beliau sosok ulama’ dermawan yang abadi. (Direktur tajuklombok.com)
Sosok
beliau tak mampu saya gambarkan dengan kata-kata, beliau adalah seorang guru
yang tegas dan keras namun tak pernah ringan tangan. (Redaksi)
Oleh
: M. Syamsul Wathoni
Editor : Abdul Karim
Komentar